Langsung ke konten utama

Ikhlas?

Ada banyak pelajaran yang pernah ku lakukan dalam hidup ini dan kenapa aku tidak menemukan bab ikhlas dalam sebuah pelajaran dan tidak pernah aku temukan akhirnya. Jika ikhlas serupa dengan samudra, perahu seperti apa yang mampu mengarunginya dengan tenang? Aku yang tengah hancur menunggu di ujung dermaga untuk diselamatkan dari duka dan air mata. Namun sayang, beberapa tahun aku telah menunggu, ikhlas tidak pernah menjemputku untuk lega.

Barangkali, keikhlasan itu ibarat angin yang membawa semilir angin menyegarkan. Kehadirannya tak terduga karena hanya kebaikan Tuhan yang mampu menciptakannya. Boleh jadi, keikhlasan adalah sebuah perjalanan panjang dengan tujuan yang hanya bisa diraih oleh mereka yang berhati maha dermawan. Karena ternyata orang seperti aku sangat sulit berdamai dengan kondisi yang sempit.

Dalam hidup yang panjang ini, aku tidak pernah bertemu dengan bentuk ikhlas yang sesungguhnya. Setiap dihadapkan dengan sebuah hal yang menurut ku sangat menggangu dan seperti kehilangan, tidak pernah ada yang benar-benar mampu memeluk rasa sedihku. Kehilangan menghadirkan luka-luka yang sulit untuk disembuhkan, sekalipun aku meminta kepada Tuhan agar lukaku digantikan dengan kebahagiaan yang berwarna. Meski telah banyak yang kuminta kepada Tuhan, ternyata duka akibat kehilangan tidak mudah hilang. Aku selalu merasa tidak layak untuk memiliki hal-hal indah, hingga setiap waktu bagiku adalah badai yang tidak pernah selesai.

Katanya hidup harus selalu berjalan ke depan. Aku memang masih hidup sampai hari ini, meski banyak rasa yang telah mati di hatiku. Aku masih bisa tertawa sampai hari ini, meski hanya sekedar basa- basi agar semesta dan isinya tidak terlalu khawatir melihatku yang getir. Sampai hari ini, perjalanan ikhlasku belum sampai di dermaga manapun. Ia masih berlayar melawan sepi, dan terkadang ia hilang ditelan malam-malam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Ada Laki-Laki yang Mau Dengan Perempuan Sepertiku?

Perempuan itu di penuhi dengan rasa takut saat di tanya perihal dirinya, dan dia bertanya kepada jiwanya sendiri, sebab dia sangat menyadari betapa rumitnya dirinya ketika sudah mencintai seseorang.   Dia takut sifat manjanya dianggap sesuatu yang kekanak-kanakan, dia khawatir tentang hadirnya nanti hanya dianggap beban, dan dia sangat takut jika sudah terlalu dalam dia akan di tinggalkan, di bohongi, dan di permainkan seperti sebelumnya.    Padahal dalam hidupnya, dia mengingginkan seorang laki-laki yang mampu bersabar atas dirinya, membimbingnya dengan baik, dan bisa membahagiakan hati nya dengan hal-hal sederhana.    Dia mengetahui dirinya amat sangat rumit, dia ingin punya rumah yang mampu menerimanya, tanpa memandang seperti apa masa lalunya, bagaimana keluarganya, karena dia mau laki-laki itu tidak hanya mencintainya lebihnya tapi kurangnya yang dia punya. 

Kosong

Pernah ngga sih merasa hampa, kosong, dan tidak ada tujuan yang akan dituju, pernah merasa tak ada arah tujuan kemana akan berlabuh, kemana kita akan menaruh harapan baru kita saat harapan yang lama dijatuhkan, saat harapan yang kita idamkan tidak bisa kita capai, saat semua keadaan menjadi tak terkendali dan tidak terkondisikan, saat semua harapan direngut. itu yang terkadang kenapa kita manusia tanpa harapan berlari melihart alam, mencintai alam, membuka pikiran akan keindahan alam yang sangatlah indah, kita manusia yang tidak diinginkan berlari mencari arah dan tujuan tanpa tau kita akan berlabuh kemana dan kapan akan berhenti akan sebuah pencapaian dan pencarian, entah kapan dan dimana.

Mencari arah tujuan

 Sudah lama saya hidup di dunia.  Di dunia yang bahkan saya tidak pernah tau kemana arahnya.  Sudah banyak malam yang terlewat begitu sia-sia, banyak waktu yang terbuang tanpa menyelesaikan apa-apa dan tanpa tau kemana akan berlabuh.  Saya tak pandai menulis, tak pandai berkata-kata, dan tak pandai menjabarkan apa yang saya maksud. terutama apa yang ada di isi kepala saya.  Yang saya rasakan tiap tahun hanya rasa takut, khawatir, kecewa, dan marah.  Dan lagi-lagi saya tidak bisa bilang saya sedang baik-baik saja, saya tidak pandai menyampaikan perasaan saya yang sesungguhnya. saya sedang sedih kacau bahkan butuh pelukan bahkan tak akan pernah ada yang paham akan hal itu. saya tidak tau saya harus bilang kesiapa, yang saya tau. bahkan menulis ini pun saya tidak tau, hanya asal. bahkan seperempat yang saya rasakan saja tidak ada. terlalu berlibet. saya tidak paham. sudahlah.